
RUANGPOJOK.com – Ratusan warga Desa Batulawang, Kecamatan Cipanas, mendatangi Gedung DPRD Cianjur untuk memproyes status tanah yang saat ini mereka kelola, pada Senin, 17 Maret 2025.

Mereka menolak rencana penerapan Hak Guna Pakai (HGP) dan meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan tersebut.
Lebih dari 100 warga yang hadir dalam audiensi tersebut mempertanyakan kejelasan status tanah.
Warga menilai, bahwa kebijakan HGP tidak memberikan keadilan bagi mereka sebagai pengelola lahan.
Ketua Koordinator Petani Batulawang Ngahiji, Agus Kubil, menyatakan bahwa pemerintah tidak memiliki dasar hukum yang jelas dalam menerapkan HGP. Ia mendesak agar status lahan diubah menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) atau Hak Guna Bangunan (HGB).
“Jika pemerintah hanya memberikan Hak Guna Pakai, ini sangat merugikan petani. Kami meminta Pemda Cianjur untuk mengkaji ulang kebijakan ini karena menyangkut kesejahteraan masyarakat,” kata Agus.
Agus menjelaskan bahwa lebih dari 1.300 petani telah terverifikasi oleh Pemda Cianjur, dan lebih dari 300 petani aktif menanam sayuran di Batulawang. Kawasan ini menjadi salah satu penghasil sayuran terbesar di Cianjur, dengan produksi harian mencapai 50 ton.
Selain menolak HGP, warga juga menentang konsep “bank tanah” yang menurut mereka tidak berpihak kepada petani.
“Kami tidak merasakan manfaat dari sistem bank tanah. Justru kebijakan ini memicu kesenjangan sosial dan masalah baru di lapangan. Pemerintah selama ini tidak pernah melibatkan petani dalam pembahasan penyelesaian tanah,” tambah Agus.
Anggota Komisi I DPRD Cianjur, Usep Setiawan, menjelaskan bahwa masyarakat meminta kejelasan hasil verifikasi tanah dan proses redistribusinya.
“Warga ingin memastikan apakah objek tanah yang akan diberikan sudah sesuai atau belum. Mereka juga mengeluhkan status kepemilikan lahan yang belum jelas,” ujar Usep.
Ia menambahkan bahwa kajian Dinas Pertanian menunjukkan beberapa lahan berada di area dengan kemiringan yang tidak cocok untuk pertanian konservasi.
Usep menegaskan bahwa DPRD akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk pengelola bank tanah, agar distribusi lahan dapat berjalan adil dan tidak memicu ketimpangan. (RZ)