RUANGPOJOK.com – Achmad Shariffudin, guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) di SDN Surupan, Kecamatan Sukaresmi, Cianjur, terpaksa merawat sapi milik tetangga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sejak 2008 sampai sekarang, Achmad telah mengabdi sebagai guru honorer selama 17 Tahun dengan gaji hanya sebesar Rp250 ribu dan kini mencapai Rp700 ribu per bulan.
Setiap hari, setelah mengajar, Achmad langsung mencari rumput untuk pakan ternak.
“Saya merawat sapi ini dari kecil hingga dewasa, lalu menjualnya,” ujar Achmad pada Selasa, 11 Maret 2025.
Dari pekerjaan sampingan ini, ia bisa mendapatkan Rp2 juta hingga Rp4 juta per tahundari seekor sapi yang berhasil dijualnya.
Meski telah lolos seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) gelombang pertama di Kabupaten Cianjur, Achmad kecewa dengan keputusan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB), serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang menunda pengangkatan PPPK hingga Maret 2026.
“Kebijakan ini sangat mengecewakan saya dan rekan-rekan guru honorer lainnya. Kami berharap ada secercah harapan untuk memperbaiki masa depan, tetapi harapan itu pupus,” ungkapnya.
Achmad mengeluhkan gajinya yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Untuk bensin ke sekolah saja, saya butuh Rp10 ribu per hari. Belum lagi biaya servis motor yang bisa mencapai Rp100 ribu per bulan, ditambah kebutuhan pokok. Gaji ini jelas tidak cukup,” jelasnya.
Selain itu, Achmad tidak mendapatkan tunjangan honorer karena masa kerjanya dianggap belum memenuhi syarat.
“Saya hanya berusaha semaksimal mungkin untuk bertahan hidup. Jika SK sudah keluar, saya ingin mengajukan pinjaman ke bank untuk modal usaha dan keperluan Lebaran. Rata-rata guru honorer berpikir seperti itu, ada yang ingin melunasi utang atau memenuhi kebutuhan lain,” katanya.
Achmad berharap semua guru honorer yang lolos seleksi PPPK di Kabupaten Cianjur segera mendapatkan kepastian penerbitan Surat Keputusan (SK).
“Kami sangat berharap SK segera diterbitkan. Ini menyangkut kehidupan banyak guru yang menggantungkan harapan pada status PPPK. Selama ini, kami dihargai sebagai tenaga pengajar, tetapi secara profesi belum mendapatkan kesejahteraan yang layak,” tegasnya.
Ia menilai pemerintah perlu lebih serius memperhatikan kesejahteraan guru jika ingin meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia.
“Jika IPM ingin ditingkatkan, sejahterakan juga para guru. Jangan sampai mereka yang menjadi motor penggerak peningkatan IPM justru tidak mendapatkan haknya,” pungkasnya.